Sabtu, 17 September 2016

Sosial Dan Kebudayaan suku teluk wondama papua barat



SEJARAH DAN KEBUDAYAAN SUKU TELUK WONDAMA


BAB I
PENDAHULUHAN

Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Teluk Wondama sebagian berada di dataran besar Pulau Irian, sebagian merupakan pulau-pulau dan sebagian lainnya perairan (Teluk Cenderawasih). Luas kabupaten secara keseluruhan sekitar 4.996 Km2. Secara geografis wilayah kabupaten terletak antara 132°35’ - 134°45’ BT dan 0°15’ - 3°25’ LS* dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara: Distrik Ransiki Kabupaten Manokwari dan Teluk Cenderawasih
Sebelah Timur: Teluk Cenderawasih dan Distrik Yaur Kabupaten Nabire
Sebelah Selatan: Distrik Yaur Kabupaten Nabire
Sebelah Barat: Distrik Yuri dan Idoor Kabupaten Teluk Bintuni
Kabupaten Teluk Wondama saat ini hanya dapat dijangkau melalui udara dan laut. Gerbang utama kabupaten ini adalah Wasior. Jarak dari ibukota Propinsi (Manokwari) ke Kota Wasior sekitar 110 mil laut.
Rumusan Masalah
·         Sejarah Kabupaten teluk wondama
·         Sosial dan kebudayaan
1.      Suku
2.      Upacara Adat
3.      Kesenian
4.      Kerajinan
5.      Makanan
6.      Tradisional
·         Demografi
Tujuan
            Memberikan sebuah gambaran kepada setiap orang bahwa kebudayaan dan sejarah adalah hal terpenting yang harus kita pelajari dalam kehidupan manusia dan yang paling terpenting yaitu kita para pemuda pemudi dan anak bangsa papua untuk selalu mencintai dan menjaga kebudayaan kita.

BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Kabupaten Teluk Wondama
Wilayah Kabupaten Teluk Wondama semula merupakan bagian dari Kabupaten Manokwari. Dengan berkembangnya semangat otonomi daerah dan untuk mempercepat pembangunan di berbagai kawasan, maka pada tahun 2002 dilakukan pemekaran terhadap Kabupaten Manokwari berdasarkan UU No. 26 Tahun 2002. Berdasarkan UU tersebut, Kabupaten Manokwari dimekarkan menjadi tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama.
Kabupaten Teluk Wondama diresmikan dan memperoleh status otonom pada tanggal 12 April 2003. Tahun-tahun pertama setelah pembentukannya merupakan tahun-tahun transisi dimana belum ada kelembagaan eksekutif maupun legislatif di Kabupaten ini. Peraturan Daerah pun – dengan demikian - belum ada, sehingga masih mengacu kepada peraturan yang berlaku di kabupaten induk. Selain itu, sarana dan prasarana perkantoran pun masih jauh dari memadai sehingga banyak kegiatan yang masih harus dilakukan dari kota Manokwari. Selama masa transisi tersebut, pemerintahan Kabupaten Teluk Wondama dipimpin oleh seorang pejabat Bupati (caretaker), yaitu Bapak Drs. Alberth H. Torey dan dengan Sekretaris Daerah, yaitu Drs. Frans W. Fymbay. Tugas pokok pejabat bupati adalah: membentuk kelembagaan pemerintah, menyiapkan infrastruktur pemerintahan, dan melaksanakan Pemilu 2004.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Teluk Wondama sebagai hasil Pemilu 2004 baru terbentuk/dilantik pada tanggal 4 April 2005. Adapun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baru dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2005. Dari Pilkada tersebut terpilih Bapak Drs. Alberth H. Torey dan Dra. Marice Kaikatuy sebagai Bupati dan Wakil Bupati pertama Kabupaten Teluk Wondama. Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati dilangsungkan pada tanggal 20 Oktober 2005.
Jika menengok kembali sejarah proses pembentukan serta pelaksanaan Pemerintahan dan Pendidikan di Tanah Papua, maka pemerintahan di Teluk Wondama sebenarnya telah dimulai sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda dengan kronologi sebagai berikut :
Tahun 1907
Zending mulai melaksanakan kegiatan di bidang gereja yang berpusat di Yende (P. Roon) bersamaan dengan Pelaksanaan Pemerintahan yang berpusat di Aisandami.
Tahun 1915
Pos Pemerintahan di pindah ke Warwai (Sekarang Dotir)
Tahun 1920
Pos Pemerintahan dipindahkan ke Wasior.
Tahun 1925
Daerah Wandamen (Wasior) ditetapkan sebagai Onderdistrict di bawah Onderafdeling Manokwari
Tahun 1952
27 tahun kemudian Ransiki ditetapkan sebagai Onderafdeling, dimana Onderdistrict Wandamen berada dibawah Onderafdeling Ransiki.
Tahun 1953
Onderdistrict Wandamen ditingkatkan menjadi Onderafdeling dibawah Afdeling Gelvink Bay.
Tahun 1963
Penyerahan pemerintahan kepada Pemerintah RI, maka Onderafdeling (HPB) dirubah menjadi KPS Wandamen.
Tahun 1972/1973
Pemerintahan KPS Wandamen dirubah menjadi Kecamatan. KPS Wandamen dibagi menjadi 2 (dua) kecamatan, yaitu: Kecamatan Wasior dan Kecamatan Windesi.



Sosial Dan Kebudayaan
Suku
Suku besar yang mendiami wilayah Kabupaten Teluk Wondama adalah suku Wamesa. Selain itu terdapat suku asli lainnya, yaitu suku Sough. Adapun suku pendatang di wilayah ini berasal baik dari Papua mupun luar Papua, antara lain dari Biak , Sorong, Merauke, Serui, Key, Bugis Makassar, Manado, dan Jawa. Jumlah suku pendatang sekitar sembilan persen dari jumlah keseluruhan penduduk.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat setempat masih banyak bergantung pada alam sekitarnya. Mereka memanfaatkan hutan dan laut sekitar untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, maupun perumahan. Umumnya mereka mengambil atau memanfaatkan sumberdaya alam sekitar seperlunya saja.
Pada masyarakat adat Wamesa di wilayah pesisir, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil studi pt. Yalhimo (2004), pemanfaatan sumberdaya alam sekitar adalah sebagai berikut:
• Mangrove,
bagian yang dimanfaatkan meliputi batang, dahan, ranting, serta kulit. Batang/dahan mangrove dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan rumah, untuk membuat tiang belo, dan untuk kayu bakar. Kulit manggrove dipakai sebagai bahan obat tradisional untuk pengobatan penyakit kulit (kudis).
• Pohon Nipah,
bagian yang dimanfaatkan adalah daun yang digunakan untuk membuat atap rumah. Penyaringan sari nipah juga sering dilakukan untuk diminum karena mengandung alkohol.
• Pohon Sagu,
bagian yang dimanfaatkan adalah batang, pelepah dan daunnya. Batang sagu diproses untuk diambil patinya. Pati sagu ini menjadi bahan makanan pokok bagi masyarakat. Adapun pelepahnya digunakan untuk bahan dinding rumah dan daunnya untuk bahan atap rumah. Pohon sagu yang ditebang umumnya yang telah berbunga karena pohon sagu yang demikian mengandung banyak pati.
• Masyarakat juga memanfaatkan tumbuhan tali sebagai bahan obat penyakit dalam (direbus),
            kayu lawang untuk membuat minyak lawang, mengambil kayu buah (macaranga) atau kayu jenis lain yang berdiameter kecil untuk tiang-tiang rumah, rotan untuk pengikat tiang rumah, serta mengambil masoi dan gaharu untuk dijual.
Upacara Adat
Macam acara/upacara adat yang diselenggarakan oleh suku asli Kabupaten Teluk Wondama, antara lain:
• Wamendereow
Wamendereow, atau ada juga yang menyebutnya Parwabuk, adalah upacara adat pernikahan. Dalam upacara ini biasanya seluruh warga kampung berkumpul berkumpul dan menghampar tikar di kediaman pengantin pria.
• Kiuturu Nandauw
Kiuturu Nandauw, atau biasa juga disebut Kakarukrorbun, adalah upacara adat potong rambut pertama kali pada anak berusia 5 tahun.
Selain upacara-upacara adat di atas, juga terdapat kebiasaan-kebiasaan adat lainnya, seperti : tikam telinga, membawa anak keluar rumah untuk pertama kali sejak kelahirannya, membuat kajang rumah kubur, dan membuka pintu rumah baru. Juga terdapat tradisi yang sudah berlangsung lama yang dilakukan pada perayaan tahun baru, yaitu menggosok muka dengan arang yang dicampur dengan minyak kelapa.
Pada sebagian masyarakat juga ada kebiasaan untuk membawa hasil panen pertama ke gereja dan disana berdoa mengucap syukur dengan harapan hasil panen berikutnya akan lebih baik dan dan lebih banyak. Sebagai contoh, buah pinang panen pertama dibawa ke gereja dan setelah berdoa buah pinang tersebut dinikmati bersama dengan anggota jemaat lainnya.

Kesenian
Masyarakat asli Kabupaten Teluk Wondama memiliki berbagai bentuk kesenian seperti tari dan musik. Tarian dan musik digelar pada upacara-upacara adat, pada penyambutan tamu, dan pada hari-hari besar tertentu. Jenis tarian dan alat musik yang dipergunakan diantaranya sebagai berikut:
• Ris
Ris atau Sifieris berarti dansa adat. Dansa adat ini digelar sebagai bagian dari upacara adat dan dilakukan dengan iringan nyanyian disertai alat musik tifa (pondatu) dan gong (mawon). Tifa terbuat dari kulit ular. Syair nyayian disesuaikan dengan makna upacara yang dilakukan.
• Balengan
Balengan adalah tarian pergaulan yang biasanya dibawakan oleh pemuda-pemudi atau anak-anak remaja di kampung secara berpasangan. Tarian ini tidak berbeda jauh dengan yosim pancar yang biasa kita kenal.
Balengan ditarikan mengikuti irama musik yang dimainkan dengan tempo sedang hingga cepat tergantung dari lagu yang dilantunkan. Alat musik yang digunakan biasanya terdiri dari: gitar bolong, gitar kecil yang disebut juglele, gitar bass besar (stand-bass), dan alat musik tabuh (tifa).
• Suling Bambu
Suling bambu dimainkan dalam kelompok yang sedikitnya terdiri dari 6 orang. Empat orang memainkan suling bambu, masing-masing dengan ukuran yang berbeda, menghasilkan suara sopran, alto, tenor, dan bass. Dua orang lainnya menabuh tifa/tambur dengan diameter yang berbeda satu sama lain. Tambur biasanya terbuat dari kulit rusa.
Suling bambu dimainkan pada acara-acara penyambutan tamu, kegiatan gereja/keagamaan, mengantar/menguburkan jenasah. Untuk acara duka biasanya tidak diiringi dengan tambur.
• Tumbu Tanah
Tumbu tanah atau Tarian Ular biasanya dilakukan oleh penduduk dari etnis sough. Tumbu tanah ini dilakukan untuk perayaan-perayaan tertentu. Bagian kepala ular dipimpin oleh satu orang sambil memegang sebuah parang.
KERAJINAN
Kegiatan kerajinan yang dilakukan secara turun-temurun dan hingga kini masih banyak dilakukan, khususnya oleh kelompok perempuan, adalah ketrampilan anyam noken dan membuat tikar, termasuk membuat tikar dari daun palem.
Makanan Tradisional
• Tau
Tau, atau ada juga yang menyebutnya Aries, adalah makanan tradisional suku Wamesa. Makanan ini terbuat dari sagu dan kelapa parut yang dibungkus dengan daun sagu dan kemudian dibakar di atas bara api. Tau merupakan makanan sehari-hari yang juga disajikan sebagai pelengkap pada setiap acara adat.
Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Teluk Wondama pada tahun 2004 tercatat 19.946 jiwa terdiri dari 4.393 Kepala Keluarga (KK). Kepadatan penduduk rata-rata 3,99 jiwa/Km2 dengan laju pertumbuhan 2,24 % per tahun.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar