SEJARAH DAN KEBUDAYAAN SUKU TELUK WONDAMA
BAB I
PENDAHULUHAN
Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Teluk Wondama
sebagian berada di dataran besar Pulau Irian, sebagian merupakan pulau-pulau
dan sebagian lainnya perairan (Teluk Cenderawasih). Luas kabupaten secara
keseluruhan sekitar 4.996 Km2. Secara geografis wilayah kabupaten terletak
antara 132°35’ - 134°45’ BT dan 0°15’ - 3°25’ LS* dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah Utara: Distrik Ransiki Kabupaten
Manokwari dan Teluk Cenderawasih
Sebelah Timur: Teluk Cenderawasih dan Distrik
Yaur Kabupaten Nabire
Sebelah Selatan: Distrik Yaur Kabupaten Nabire
Sebelah Barat: Distrik Yuri dan Idoor
Kabupaten Teluk Bintuni
Kabupaten Teluk Wondama saat ini hanya
dapat dijangkau melalui udara dan laut. Gerbang utama kabupaten ini adalah
Wasior. Jarak dari ibukota Propinsi (Manokwari) ke Kota Wasior sekitar 110 mil
laut.
Rumusan
Masalah
·
Sejarah Kabupaten teluk wondama
·
Sosial dan kebudayaan
1. Suku
2. Upacara Adat
3. Kesenian
4. Kerajinan
5. Makanan
6. Tradisional
·
Demografi
Tujuan
Memberikan
sebuah gambaran kepada setiap orang bahwa kebudayaan dan sejarah adalah hal
terpenting yang harus kita pelajari dalam kehidupan manusia dan yang paling
terpenting yaitu kita para pemuda pemudi dan anak bangsa papua untuk selalu
mencintai dan menjaga kebudayaan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Kabupaten
Teluk Wondama
Wilayah Kabupaten Teluk Wondama semula
merupakan bagian dari Kabupaten Manokwari. Dengan berkembangnya semangat
otonomi daerah dan untuk mempercepat pembangunan di berbagai kawasan, maka pada
tahun 2002 dilakukan pemekaran terhadap Kabupaten Manokwari berdasarkan UU No.
26 Tahun 2002. Berdasarkan UU tersebut, Kabupaten Manokwari dimekarkan menjadi
tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni, dan
Kabupaten Teluk Wondama.
Kabupaten Teluk Wondama diresmikan dan
memperoleh status otonom pada tanggal 12 April 2003. Tahun-tahun pertama
setelah pembentukannya merupakan tahun-tahun transisi dimana belum ada
kelembagaan eksekutif maupun legislatif di Kabupaten ini. Peraturan Daerah pun
– dengan demikian - belum ada, sehingga masih mengacu kepada peraturan yang
berlaku di kabupaten induk. Selain itu, sarana dan prasarana perkantoran pun
masih jauh dari memadai sehingga banyak kegiatan yang masih harus dilakukan
dari kota Manokwari. Selama masa transisi tersebut, pemerintahan Kabupaten
Teluk Wondama dipimpin oleh seorang pejabat Bupati (caretaker), yaitu Bapak
Drs. Alberth H. Torey dan dengan Sekretaris Daerah, yaitu Drs. Frans W. Fymbay.
Tugas pokok pejabat bupati adalah: membentuk kelembagaan pemerintah, menyiapkan
infrastruktur pemerintahan, dan melaksanakan Pemilu 2004.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten Teluk Wondama sebagai hasil Pemilu 2004 baru terbentuk/dilantik pada
tanggal 4 April 2005. Adapun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baru
dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2005. Dari Pilkada tersebut terpilih Bapak
Drs. Alberth H. Torey dan Dra. Marice Kaikatuy sebagai Bupati dan Wakil Bupati
pertama Kabupaten Teluk Wondama. Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati
dilangsungkan pada tanggal 20 Oktober 2005.
Jika menengok kembali sejarah proses
pembentukan serta pelaksanaan Pemerintahan dan Pendidikan di Tanah Papua, maka
pemerintahan di Teluk Wondama sebenarnya telah dimulai sejak masa Pemerintahan
Hindia Belanda dengan kronologi sebagai berikut :
Tahun 1907
Zending mulai melaksanakan kegiatan di bidang
gereja yang berpusat di Yende (P. Roon) bersamaan dengan Pelaksanaan
Pemerintahan yang berpusat di Aisandami.
Tahun 1915
Pos Pemerintahan di pindah ke Warwai (Sekarang
Dotir)
Tahun 1920
Pos Pemerintahan dipindahkan ke Wasior.
Tahun 1925
Daerah Wandamen (Wasior) ditetapkan sebagai
Onderdistrict di bawah Onderafdeling Manokwari
Tahun 1952
27 tahun kemudian Ransiki ditetapkan sebagai
Onderafdeling, dimana Onderdistrict Wandamen berada dibawah Onderafdeling Ransiki.
Tahun 1953
Onderdistrict Wandamen ditingkatkan menjadi
Onderafdeling dibawah Afdeling Gelvink Bay.
Tahun 1963
Penyerahan pemerintahan kepada Pemerintah RI,
maka Onderafdeling (HPB) dirubah menjadi KPS Wandamen.
Tahun 1972/1973
Pemerintahan KPS Wandamen dirubah menjadi
Kecamatan. KPS Wandamen dibagi menjadi 2 (dua) kecamatan, yaitu: Kecamatan
Wasior dan Kecamatan Windesi.
Sosial Dan
Kebudayaan
Suku
Suku besar yang mendiami wilayah
Kabupaten Teluk Wondama adalah suku Wamesa. Selain itu terdapat suku asli
lainnya, yaitu suku Sough. Adapun suku pendatang di wilayah ini berasal baik
dari Papua mupun luar Papua, antara lain dari Biak , Sorong, Merauke, Serui,
Key, Bugis Makassar, Manado, dan Jawa. Jumlah suku pendatang sekitar sembilan
persen dari jumlah keseluruhan penduduk.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, masyarakat setempat masih banyak bergantung pada alam sekitarnya.
Mereka memanfaatkan hutan dan laut sekitar untuk memenuhi kebutuhan pangan,
sandang, maupun perumahan. Umumnya mereka mengambil atau memanfaatkan
sumberdaya alam sekitar seperlunya saja.
Pada masyarakat adat Wamesa di wilayah
pesisir, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil studi pt. Yalhimo (2004),
pemanfaatan sumberdaya alam sekitar adalah sebagai berikut:
• Mangrove,
bagian yang dimanfaatkan meliputi
batang, dahan, ranting, serta kulit. Batang/dahan mangrove dimanfaatkan sebagai
bahan pembuatan rumah, untuk membuat tiang belo, dan untuk kayu bakar. Kulit
manggrove dipakai sebagai bahan obat tradisional untuk pengobatan penyakit
kulit (kudis).
• Pohon Nipah,
bagian yang dimanfaatkan adalah daun
yang digunakan untuk membuat atap rumah. Penyaringan sari nipah juga sering
dilakukan untuk diminum karena mengandung alkohol.
• Pohon Sagu,
bagian yang dimanfaatkan adalah batang,
pelepah dan daunnya. Batang sagu diproses untuk diambil patinya. Pati sagu ini
menjadi bahan makanan pokok bagi masyarakat. Adapun pelepahnya digunakan untuk
bahan dinding rumah dan daunnya untuk bahan atap rumah. Pohon sagu yang
ditebang umumnya yang telah berbunga karena pohon sagu yang demikian mengandung
banyak pati.
• Masyarakat juga memanfaatkan tumbuhan tali
sebagai bahan obat penyakit dalam (direbus),
kayu
lawang untuk membuat minyak lawang, mengambil kayu buah (macaranga) atau kayu
jenis lain yang berdiameter kecil untuk tiang-tiang rumah, rotan untuk pengikat
tiang rumah, serta mengambil masoi dan gaharu untuk dijual.
Upacara
Adat
Macam acara/upacara adat yang
diselenggarakan oleh suku asli Kabupaten Teluk Wondama, antara lain:
• Wamendereow
Wamendereow, atau ada juga yang
menyebutnya Parwabuk, adalah upacara adat pernikahan. Dalam upacara ini
biasanya seluruh warga kampung berkumpul berkumpul dan menghampar tikar di
kediaman pengantin pria.
• Kiuturu Nandauw
Kiuturu Nandauw, atau biasa juga
disebut Kakarukrorbun, adalah upacara adat potong rambut pertama kali pada anak
berusia 5 tahun.
Selain upacara-upacara adat di atas,
juga terdapat kebiasaan-kebiasaan adat lainnya, seperti : tikam telinga,
membawa anak keluar rumah untuk pertama kali sejak kelahirannya, membuat kajang
rumah kubur, dan membuka pintu rumah baru. Juga terdapat tradisi yang sudah
berlangsung lama yang dilakukan pada perayaan tahun baru, yaitu menggosok muka
dengan arang yang dicampur dengan minyak kelapa.
Pada sebagian masyarakat juga ada
kebiasaan untuk membawa hasil panen pertama ke gereja dan disana berdoa
mengucap syukur dengan harapan hasil panen berikutnya akan lebih baik dan dan
lebih banyak. Sebagai contoh, buah pinang panen pertama dibawa ke gereja dan
setelah berdoa buah pinang tersebut dinikmati bersama dengan anggota jemaat
lainnya.
Kesenian
Masyarakat asli Kabupaten Teluk
Wondama memiliki berbagai bentuk kesenian seperti tari dan musik. Tarian dan
musik digelar pada upacara-upacara adat, pada penyambutan tamu, dan pada
hari-hari besar tertentu. Jenis tarian dan alat musik yang dipergunakan
diantaranya sebagai berikut:
• Ris
Ris atau Sifieris berarti dansa adat.
Dansa adat ini digelar sebagai bagian dari upacara adat dan dilakukan dengan
iringan nyanyian disertai alat musik tifa (pondatu) dan gong (mawon). Tifa
terbuat dari kulit ular. Syair nyayian disesuaikan dengan makna upacara yang
dilakukan.
• Balengan
Balengan adalah tarian pergaulan yang
biasanya dibawakan oleh pemuda-pemudi atau anak-anak remaja di kampung secara
berpasangan. Tarian ini tidak berbeda jauh dengan yosim pancar yang biasa kita
kenal.
Balengan ditarikan mengikuti irama
musik yang dimainkan dengan tempo sedang hingga cepat tergantung dari lagu yang
dilantunkan. Alat musik yang digunakan biasanya terdiri dari: gitar bolong,
gitar kecil yang disebut juglele, gitar bass besar (stand-bass), dan alat musik
tabuh (tifa).
• Suling Bambu
Suling bambu dimainkan dalam kelompok
yang sedikitnya terdiri dari 6 orang. Empat orang memainkan suling bambu,
masing-masing dengan ukuran yang berbeda, menghasilkan suara sopran, alto,
tenor, dan bass. Dua orang lainnya menabuh tifa/tambur dengan diameter yang
berbeda satu sama lain. Tambur biasanya terbuat dari kulit rusa.
Suling bambu dimainkan pada
acara-acara penyambutan tamu, kegiatan gereja/keagamaan, mengantar/menguburkan
jenasah. Untuk acara duka biasanya tidak diiringi dengan tambur.
• Tumbu Tanah
Tumbu tanah atau Tarian Ular biasanya
dilakukan oleh penduduk dari etnis sough. Tumbu tanah ini dilakukan untuk
perayaan-perayaan tertentu. Bagian kepala ular dipimpin oleh satu orang sambil
memegang sebuah parang.
KERAJINAN
Kegiatan kerajinan yang dilakukan
secara turun-temurun dan hingga kini masih banyak dilakukan, khususnya oleh
kelompok perempuan, adalah ketrampilan anyam noken dan membuat tikar, termasuk
membuat tikar dari daun palem.
Makanan
Tradisional
• Tau
Tau, atau ada juga yang menyebutnya
Aries, adalah makanan tradisional suku Wamesa. Makanan ini terbuat dari sagu
dan kelapa parut yang dibungkus dengan daun sagu dan kemudian dibakar di atas
bara api. Tau merupakan makanan sehari-hari yang juga disajikan sebagai
pelengkap pada setiap acara adat.
Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Teluk Wondama pada
tahun 2004 tercatat 19.946 jiwa terdiri dari 4.393 Kepala Keluarga (KK).
Kepadatan penduduk rata-rata 3,99 jiwa/Km2 dengan laju pertumbuhan 2,24 %
per tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar